Selasa, 03 Januari 2017

Panen Madu Wetar: Dari Panen "Sapurata" ke Panen Lestari

Hasil uji coba panen madu lestari Wetar yang dilakukan oleh peserta  dampingan BTR- BKP dan BDLHK Kantor Kupang











MADU WETAR adalah salah satu madu hutan buatan lebah Apis dorsata yang disukai oleh para peminat madu. Beberapa konsumen menyatakan, madu Wetar rasanya manis, kental dan 'pas' di bibir dan lidah. Karena itu, para penimat madu Wetar seringkali membawa pulang madu ke rumah, baik untuk dikonsumsi sendiri oleh anggota keluarga, sebagai oleh-oleh bagi tetangga, kenalan dan sahabat, maupun untuk dijual. Menurut konsumen, nikmatnya madu Wetar ini disebabkan karena lebah mengumpulkan nektar dan pollen dari pohon-pohon liar pilihan. 

Tahukah Anda, darimana asal madu Wetar?  Dari namanya, orang sudah tahu, Wetar adalah salah satu pulau yang berada di gugusan pulau-pulau terselatan Indonesia. Tepatnya berada di Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Jika tiba musim panen, hampir semua masyarakat di desa-desa yang ada di Wetar akan beramai-ramai masuk hutan untuk panen madu. Bahkan banyak dari mereka yang menginap beberapa minggu di hutan. Beberapa desa yang kaya akan madu Wetar antara lain: Moning, Uhak, Lurang, Naumatang, Klishatu, Ilmamau, Ustutun-Manoha dan Karbubu. 
Salah seorang pemanen sedang mempersiapkan peralatan untuk memanjat dan mengambil sarang madu di atas pohon
Dalam setahun, penduduk setempat biasanya melakukan panen madu sebanyak dua kali, yaitu pada bulan April-Mei dan September-Oktober. Pada bulan-bulan ini, lebah rajin membangun sarangnya sebab banyak sekali pohon-pohon liar yang berbunga. Di antaranya, pohon kosambi (Schleichera oleosa), pohon putih (Eucalyptus sp), asam jawa (Tamarindus indica), jambu mente (Anacardium occidentale), kapuk hutan (Ceiba pentandra) dan jenis pohon lokal lainnya. 

Di Desa Uhak, waktu untuk panen madu masih dikendalikan oleh pemilik petuanan alias tuan tanah, tokoh-tokoh adat, agama dan pemerintah desa setempat. Panen raya ditandai dengan upacara pembukaan 'Sasi' yang biasanya dilakukan secara bersama-sama di Gereja. Pada saat yang sama, juga akan ditentukan pembagian hasil madu. Biasanya yang mendapatkan bagian adalah kelompok pemanen, pemilik petuanan, pemerintah desa dan Gereja. 
Pemanjat pohon telah siap dengan daun dan sabut kelapa yang akan dibakar untuk mengusir lebah dari sarangnya
Panen madu biasanya dilakukan pada siang hari. Mungkin berbeda dengan kebiasaan pemanen madu di tempat lain yang biasanya panen pada malam hari. Tidak semua orang mampu memanen madu, sebab selain lebah suka bersarang di pohon yang tinggi dan sulit dijangkau, tidak semua orang mengetahui ramuan-ramuan yang digunakan untuk melindungi tubuh dari sengatan bisa lebah yang terkenal ganas ini. Masing-masing pemanen memiliki rahasia dan caranya masing-masing, terutama persiapan-persiapan untuk melakukan panen madu. 

Sebelum memanjat pohon, seorang pemanen terlebih dahulu mempersiapkan sendiri alat dan bahan-bahan berupa parang atau pisau untuk memanen, kumpulan ranting dan daun-daun mentah yang diikat menjadi satu dan diujungnya diikat sabut kelapa yang akan dibakar untuk mengusir lebah-lebah dari sarangnya. Tidak ketinggalan, si pemanjat membalur sekujur tubuhnya dengan daun mentah, bahkan ada daun khusus yang dimakan sebagai obat kebal terhadap bisa lebah. Selain pemanjat, seorang helper akan bertugas khusus membawa peralatan lain seperti tali dari rotan dan ember yang akan dibawa oleh pemanjat untuk mengisi hasil panen madu. 

Salah satu sarang lebah yang siap dipanen
Saat paling menegangkan adalah ketika si pemanen mulai mengusir koloni lebah dengan asap dan bergerak untuk memotong sarang lebah. Ribuan lebah akan beterbangan, siap menyengat siapa saja yang dianggap sebagai makhluk perusak rumah mereka. Tak ayal, orang-orang yang berada di dekat pohon madu, menjadi sasaran amuk lebah-lebah ganas ini. Beberapa orang pernah diserang dan dikejar kemanapun mereka pergi. Para pemanen dan pengikut sudah tahu, kemana mereka harus melarikan diri. Setiap ada serangan, mereka melarikan diri ke laut dan terjun ke dalam laut. Untuk mengelabui lebah-lebah tersebut, mereka biasanya mematahkan ranting pohon, dijadikan sebagai pelindung kepala. Saat mereka terjun di laut, ranting itu dilepas hanyut. Lebah-lebah itu pun tertipu, mengikuti ranting dan daun yang dibawa arus. 

Memisahkan madu dari sarang, dilakukan dengan cara penirisan yang diajarkan oleh BDLHK Kupang
Sistem panen madu masih menganut panen 'sapurata' yaitu baik madu maupun sarang lebah dipotong semua. Tidak ada yang tersisa. Akibatnya, lebah-lebah tersebut kemudian bermigrasi ke tempat lain yang dianggap aman bagi mereka. Panen seperti ini dianggap sebagai panen yang tidak berkelanjutan. Suatu saat, lebah itu bisa jadi tidak kembali lagi. Untuk itu, BDLHK Kupang, atas undangan Comdev BTR-BKP melakukan pelatihan bagi para pemanen, bagaimana melakukan panen madu secara lestari. Pemanen diajarkan untuk menyisakan 3-5cm sarang madu dan juga tetap membiarkan sarang lebah, tidak dipotong dan dibuang. Selain itu, pemanen juga diajarkan untuk tidak memeras sarang madu, tetapi diptong dan ditiriskan sehingga madu yang dihasilkan adalah madu yang benar-benar bersih dari kotoran.

Ke depan, kelompok pemanen madu ini akan didampingi terus sampai mereka dapat menjual hasil madu sesuai dengan standar nasional. Sukses untuk kelompok pemanen madu Wetar. 
Praktek panen madu lestari dari sistem penirisan madu difasilitasi oleh BDLHK Kupang







2 komentar:

  1. lebih banyak sosialisasi tentang manfaat madu bagi kesehatan, sehingga madu selalu dilestarikan.

    BalasHapus